Mengutip istilah wartawan senior H. Rosihan Anwar mengatakan, bahwa wartawan dapat dibagi menjadi dua. Ada Wartawan Tukang Kebun (The Common Garden Journalist) . Wartawan golongan ini mahir dalam menggunakan keahlian teknik kerja atau pratisi.
Wartawan golongan kedua disebut Wartawan pemikir (The Thingker Journalist ) Wartawan golongan ini merupakan wartawan yang berpikir bagaimana informasi bisa dibuat secara efektif, sehingga sampai pada sasaran secara komunikatif.
Wartawan merupakan pekerjaan, sama seperti upaya hidup mencari rezeki lainnya. Mungkin ini pernyataan netral, menghindari polemik apakah pekerjaan wartawan itu profesi atau bukan. Yang baku adalah, wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
Kegiatan jurnalistik dimaksud, aktivitas mencari mengolah, menulis, dan menyebarluaskan informasi kepada publik melalui media massa. Aktivitas ini dilakukan oleh wartawan atau jurnalis.
Apa yang diurai diatas, penulis sepaham. Hanya saja sebagai seorang realis, bila ada Wartawan Tukang Kebun, dengan mengkuti trend era 2018, tentunya ada Wartawan Punya Kebun (Journalist has a garden) dan Wartawan Tidak Berfikir (Journalist doesn’t think).
Wartawan Punya Kebun, wartawan yang melakukan kegiatan jurnalistik pada moment tertentu, dan mahir dalam memanage, mengelola perusahaan pers. Biasanya perusahaan pers yang dikelolah lebih dari satu. Wartawan Punya Kebun tentunya mahir secara tiori, kurang dalam tehnik atau pratisi.
Untuk Wartawan Tidak Berfikir, wartawan dalam predikat, aktif dalam kegiatan kewartawanan, tapi tidak ahli dalam tehnik atau pratisi jurnalis. Ia hanya tahu informasi, tapi tidak sangup mengelola informasi dengan efektif.
Pertanyaanya, bagaimanakah dengan wartawan ‘abal abal’? ini istilah yang muncul dari sikap egosentris tanpa memberi solusi bagi pencari kerja. Dikatakan wartawan ‘abal-abal’, karena seseorang itu belum dan tidak menguasai ilmu kewartawanan atau ilmu junalis. Bahasa optimistis mengatakan , sosok ‘abal-abal’ itu merupakan sosok wartawan yang lagi berproses menuju profesionalisme. Hanya saja, bermulanya menjadi wartawan tidak seperti wartawan pemula yang mempunyai basic intelektual.