Simeulue Aceh, mannanesia.com – Kota petro dolar’.Begitu sebutan Simeulue pada saat Kabupaten Di Aceh itu dikenal Penghasil komoditi Cenkeh. Simeulue juga sempat digadang dan disetarakan daerah lain di nusantara sebagai penyuplai rupiah yang menjadi ingkam utama bagi masyarakat dari penghasilan cengkeh, Jum’at (28/2/2020).
Sayangnya, sebutan tadi tak lagi menggemah harga cengkeh seiring waktu anjlok bahkan tak bernilai jika dibandingkan dengan harga nilai kebutuhan pokok yang saat ini sangat meningkat.
Mirisnya lagi pemerintah daerah terkesan menutup mata. Jerit dan teriak petani pun seakan tak disahuti lagi. Akan kah kejayaan cengkeh di pulau itu hanya tinggal nama ?.
Sementara itu Jika ditelaah lebih jauh, cengkeh sudah menjadi salah satu komoditas unggulan bangsa kita. Hampir 93% hasil cengkeh ini diserap oleh industri rokok dan sisanya digunakan untuk obat-obatan, kebutuhan farmasi dan bumbu-bumbuan.
Dengan harga yang diperkiraan Rp Lima puluh Tujuh Ribu (57000) perkilo gram nya apakah masih mampu bersaing dengan harga pokok yang saat ini semakin hari semakin meningkat saja.sementara kita tau rokok saja yang bahan nya 93% dari cengkeh, semakin meningkat berbanding terbalik dengan harga cengkeh malah semakin menurun.
Salah seorang pemilik kebun cengkeh di Pulau Siumat Fancu Hendri kepada wartawan media ini mengatakan, dengan anjlok nya harga cengkeh saat ini membuat kami para pemilik cengkeh kesusahan mencari orang untuk kuli memanjat bila dibandingkan dengan tahun – tahun sebelum nya kami tidak mencari bahkan mereka datang sendiri.
Tapi kami tidak bisa berbuat banyak. Gelisah juga kami dengan harga yang seperti ini, hari itu hampir seratus orang lebih kuli memanjat cengkeh ditempat kami, tapi karena dengan nilai harga jual cengkeh sangat anjlok tak sesuai lagi di pasaran, maka hanya delapan orang saja kuli manjat untuk saat ini.
“Tak sedikit buah cengkeh berjatuhan ke tanah, bak seperti air hujan turun dari langit, kami hanya bisa pasrah dan melihat buah cengkeh dimakan tanah, tak tau apa yg harus kami lakukan. Semoga saja jerit tangis yang melilit petani terdengar oleh penguasa, tak peka dengan keadaan yang kami alami untuk saat ini,” ujar Fancu Hedrik.
Dengan mengandalkan hasil panen setahun sekali sangat terasa pedihnya, ungkap Fancu, kami hanya bisa berharap mulai dari Pemerintah Pusat sampai di daerah bisa menstabilkan kembali harga cengkeh di Aceh khususnya di Kabupaten Simeulue.
Sementara itu Pemerhati Ekonomi Masyarakat di Simeulue Andre.S, ST, mengkritik pemerintah Kabupaten Simeulue dibawah pimpinan Bupati Erli Hasim saat ini yang dinilainya gagal dalam memajukan ekonomi masyarakat di Simeulue
Sejumlah janji yang pernah disampaikan pada saat kampanye, hari ini hasilnya terlihat nihil, sebut saja pengembalian /pemutusan kontrak kasamaganda terhadap pengelolaan kebun sawit milik Perusahaan Daerah Kabupaten Simeulue (PDKS).
“Yang di harap-harap menjadi solusi bagi terciptanya lapangan kerja, sejauh ini ia menilai Bupati Simeulue Gagal membuka lapangan kerja bagi masyarakat,” pungkasnya.
Lebih lanjut dia menambahkan, saat ini Cengkeh sedang panen di beberapa kawasan di Simeulue namun harga komoditas lokal yang diunggulkan itu saat ini anjlok diperkirakan dengan harga Rp. 57.000/kg
“Sementara tahun 2017 mencapai Rp.90.000/kg yang mana saat itu disebut-sebut pemerintah dibawah keemimpinan mantan bupati simeulue Riswan. NS. menjalin kerja sama dengan PT. Gudang Garam untuk menjaga kesetabilan harga cengkeh,” tutupnya. (wln)