Pada hari kamis, tanggal tiga puluh satu tahun dua ribu tiga belas jam 11.30 WIB siang, saya mendapatkan telepon dari teman, tentang informasi adanya lowongan pekerjaan untuk saya. Awalnya saya tidak percaya, karena kebiasaan teman saya yang sering berkata tidak sesuai dengan kenyataan.
Beberapa kali ia telepon masih saya diamkan. Tidak satupun panggilan itu saya hiraukan.
Namun, ketika jam menunjukkan 11.45 WIB, saya angkat telepon tersebut dengan perasaan penasaran, sambil berkata apa benar berita tersebut, kok saya masih tidak percaya. Lalu teman saya terus meyakinkan saya, bahwa berita tersebut datang ya langsung dari orang kantor. Tapi saya masih belum percaya dengan apa yang ia ceritakan.
Pada akhirnya saya telepon orang tua untuk meminta pendapat beliau. Lalu saya percaya dan langsung meminta izin kepada pemilik toko yang pada saat itu saya kerja di sana. Dengan tergesa-gesa saya langsung meluncur dengan sepeda motor kecepatan super untuk bisa cepat sampai ke rumah.
Segera setelah sampai di rumah saya menyiapkan apa yang dibutuhkan untuk bisa menunjang saya melamar pekerjaan itu. Saya melihat jam dinding menunjukan pukul 12.00 WIB. Segera saya bergegas bersama Abah mencari angkot untuk berangkat ke Cilegon. Alhamdulillah angkotnya tidak ngetem.
Dalam perjalanan saya terus berdoa dan memohon kepada Allah semoga berita ini benar. Saya memohon diberikan kemudahan, memohon diberikan kelancaran dalam setiap langkah saya menuju Cilegon.
Laju angkot semakin lama semakin cepat, membuat jantung saya semakin terpacu merasakan setiap aliran darah yang mengalir begitu kencang, untuk meyambut kedatangan saya di tempat yang baru. Ketika saya melihat jendela saya sempat berpikir kalau berita ini benar, apakah saya bisa menjalani serangkaian tes, atau lamaran saya ini diterima apa tidak.
Hati dan fikiran mulai bergejolak mengenai pertanyaan-pertanyaan yang masih belum terjawab. “Kiri!” suara Abah saya memecah keheningan dalam pikiran saya. Ternyata saya harus ganti angkot untuk bisa sampai di halte yang dijanjikan teman saya itu.
Dengan langkah sedikit gemetar karena saya belum makan siang saking buru-burunya mengejar waktu, sambil menguatkan langkah saya untuk naik angkot kedua. Selang beberapa menit saya sampai di halte yang sudah dijanjikan sebelum berangkat.
Saya cek handphone saya dan mulai saya ketik SMS ke teman saya, untuk memberitahukan bahwa saya sudah sampai halte yang sudah dijanjikan. Jam menunjukan pukul 13.30 WIB, tapi mobil abu-abu belum juga terlihat di persimpangan jalan.
Dengan hati kecewa saya sampaikan ke Abah saya, “Bah kayaknya temen saya tidak datang nih, kok sampai sekarang belum juga sampai ya.”
Abah saya mencoba untuk menguatkan saya, “Sabar baru setengah jam kita nunggu d sini, mungkin teman kamu lagi sibuk di kantor, makanya dia belum juga sampai.”
Sambil melihat handphone saya lihat pesan masuk yang tidak lain dari teman saya itu. Dengan sigap saya langsung membuka pesan tersebut, dengan perasaan yang masih bimbang.
“Saya sebentar lagi sampai!” sontak saya langsung semangat dan bangun dari tempat duduk saya, melihat ke kanan dan ke kiri, barangkali ada mobil abu-abu dengan plat nomor itu berhenti di persimpangan jalan.
Ternyata benar. Teman saya datang dengan kendaraan yang sudah ia ceritakan di SMS tadi. Mobil itu berhenti tepat di depan saya dan keluarlah teman saya dari dalam mobil tersebut sambil senyum dan menyambut saya. “Eh sof udah nunggu lama yah? Maaf yah tadi saya makan siang dulu, jadi agak telat jemput kamu,” katanya.
Lalu Abah saya pamit. Saya cium tangan Abah saya sambil meminta restu, semoga saya dimudahkan. Langkah kaki saya melaju masuk ke dalam mobil abu-abu itu. Di dalam mobil ada sekitar 8 orang termasuk saya.
Keheningan tiba-tiba di dalam mobil sampai pada akhirnya ada bapak-bapak yang duduk depan menyapa saya, “Kamu temannya Andi ya?”
Saya jawab dengan nada pelan iya pak.
“Kamu lulus ya bareng sama Andi?”
Saya jawab masih dengan nada pelan, “Tidak pak kami beda sekolah.” Lalu bapak itu bertanya tentang saya.
Tiba-tiba kaca mobil terbuka dan kami sudah masuk gerbang pabrik. Dengan wajah heran sampai takjub saya melihat bangunan-bangunan tinggi, gedung-gedung megah nan indah, dalam hati saya berkata Subhanallah.
Tidak banyak kata yang saya pikirkan selain menyebut nama Allah yang Maha Agung. Mobil melaju semakin pelan, sampai akhirnya terparkir di depan sebuat gedung berlantai satu. Satu-persatu kami turun dari mobil. Saya pun ikut keluar dari dalam mobil tersebut, sambil melihat sekeliling saya yang sangat asing. Karena saya baru pertama melihat bangunan sebesar yang saya lihat sekarang.
Tiba-tiba ada suara dari belakang saya untuk mempersilahkan saya masuk di ruangan tersebut. Dengan wajah agak sedikit malu aya masuk sambil mengucapkan salam, “Assalamualaikum.”
Beberapa dari mereka menjawab salam saya. Tapi ada juga yang tidak menjawab salam saya. Ya sudahlah. Itu tidak mengurangi rasa semangat dalam diri saya untuk bisa menjadi bagian dari perusahaan ini.
Saya duduk di depan tiga bapak. Mereka mulai membuka percakapan dengan menanyakan nama lengkap saya. Saya jawab sambil menyerahkan berkas lamaran. Tidak hanya nama, bapak-bapak itu menanyakan alamat, jurusan sekolah dan kompetensi yang tempuh di sekolah. Alhamdulillah semua pertanyaan bisa saya jawab dengan nada tegas dan santun. Selesai pertanyaan, saya disodorkan satu lembar kertas ukuran A4 lengkap dengan pulpen dan papan tulis untuk mengganjal kertas. Bapak itu bernama Agus ia merupakan kepala keuangan di proyek itu.
Saya mengetahui ya pada saat di dalam mobil itu, saya diberi beberapa soal yang menyangkut dengan kompetensi saya. Pertanyaan pertama berhasil saya jawab dengan mudah, masuk soal kedua sampai yang terakhir kelima. Selesai tanya jawab tentang kompetensi saya, saya diarahkan untuk menemui staf yang lainnya, kali ini bukan bapak-bapak tapi mas-mas.
Saya perkenalkan diri saya lagi untuk dapat diingat oleh staf tersebut. Saya berjalan menuju komputer di depan saya sambil ditemani dengan mas Arta, staf keuangan di sana. Dia menyerahkan beberapa berkas yang saya lihat isinya seperti nota pembelian dan ada beberap yang isinya kontrak.
Saya menyimak dengan seksama apa yang disampaikan mas Arta kepada saya. Dia menginstruksikan saya untuk membuka data yang sudah ia persiapkan. Pertama-tama saya masih mengingat bagaimana cara mengoperasikan komputer ini, karena saya hampir enam bulan tidak pegang atau mengoperasikan komputer.
Sambil mikir sambil jalan tangan saya. Lalu mas Arta menuntun saya untuk membuka MS.Office tersebut. Sambil menunggu instruksi lainnya, saya membaca nota yang ada di depan saya, untuk memahami apa yang akan saya lakukan dengan nota-nota ini.
Saat saya memegang salah satu nota mas Arta datang untuk memberikan saya instruksi kedua, saya membuka MS.Excel dan ada salah satu dokumen yang saya buka, dokumen itu berjudul Petty Cash. Saya langsung berpikir apakah saya akan membuat laporan Petty Cash? Atau saya hanya mencatat nota ini saja.
Tak sadar saya dikagetkan dengan suara mas Arta, “Hei jangan ngelamun kamu lihat ini ya!” Saya langsung melihat layar monitor untuk melihat apa yang akan disampaikan oleh mas Arta. Instruksi kedua berjalan lancar, ternyata saya hanya diminta untuk mencatat nota-nota tersebu. Saya ucapkan Alhamdulillah, tes hari itu selesai, dan saya diterima menjadi salah satu admin di perusahaan tersebut.