Bengkulu, mannanesia.com – Dahalu orang merenung cenderung kepada pesimis. Menyesali kemalangan hidup. Meraba masa depan yang belum tentu arah atau meratapi musibah yang terjadi pada dirinya, lalu muncul lah budaya seni betembang. Ada yang diiringi dengan gitar tunggal dan ada dengan iringan rebana. Isi tembangnya pun biasa pantun ratapan kesedihan serta kemalangan hidup.
Merenung bisa menghabiskan waktu hingga berjam-jam. Kadang saking asyiknya merenung teguran atau sapaan orang lain pun kadang tak terdengar. Sesekali menarik napas panjang dan bisa jadi tanpa terasa hingga meneteskan air mata.
Coba kita ingat-ingat, rasanya sedikit sekali diantara kita merenungi dosa-dosa yang kian hari semakin menggunung. Jarang kita merenungi suatu saat kelak akan terbaring sendiri dalam liang kubur yang sempit. Andai dalam kubur kita di azab, maka tak seorang pun yang dapat menolong. Dan itu berlangsung lama hingga kiamat tiba. Jarang kita merenung akan dahsyatnya azab neraka yang menyala-nyala akan membakar tubuh manusia dan azab neraka tak mengenal istirahat sedetik pun. Tidak sama halnya dengan didunia . Bekerja ada waktu istirahat, ada waktu jeda. Tapi neraka tak pernah ada jeda. Jarang kita merenungi banyaknya shalat yang tertinggal. Bahkan sengaja tidak shalat. Maka sebelum terlambat. Ajal datang menjemput. Mari persiapkan diri. Jangan hanya merenungi dunia yang bakal menambah dosa tapi renungkan akhirat sana dan insha Allah akan berpahala..(Salam UJH)
Pagar Dewa, 07072020
(Pesan Harian UJH edisi Selasa 7 Juli 2020)
#kamibersamaUJH
#UJHmengabdi
#pesanharianUJH