Bengkulu,mannanesia.com – Ancaman krisis pangan global harusnya dijawab dengan memperkuat produksi dalam negeri dan cadangan pangan. Dimulai dari lokal hingga nasional. Ajakan kepada masyarakat luas dalam memanfaatkan lahan-lahan yang menganggur untuk berkebun atau beternak cenderung disambut pesimis oleh masyarakat. Sebab tanpa diajak mereka merasa sejak lahir sudah dikenalkan dengan kebun atau otodidak paham berkebun dan beternak walaupun masih tradisional.
Semestinya yang perlu dipersiapkan untuk masyarakat adalah regulasinya. Sehingga masyarakat tidak dirugikan saat musim panen tiba. Kita ambil contoh pisang Enggano yang dibawa ke Lampung lalu diolah di Lampung sehingga mampu meningkatkan nilai jual mencapai 3 sampai 4 kali lipat. Sementara kita tidak mendapatkan apa-apa dari Lampung.
Contoh kecil lainya, Seginim sentra perikanan setiap minggunya ribuan ton memasok pakan ikan dari Lampung. Sementara kita tiap panen jagung harganya tetap sebegitu saja. Mengapa tidak kita pikirkan. Kita siap membeli pakan ikan dari Lampung tetapi Lampung harus membeli bahan pakan ikan berupa jagung dari Bengkulu. Sehingga harga jagung bisa bersaing dan petani tidak dirugikan. Ikatan kerjasama antara dua pemerintahan yang begini yang dinanti para petani. Bukan cuma mengajak menanam cabe. Pas panen cabe harga jual tidak sanggup mengembalikan modal tanam selama ini. Apalagi bila terbentuk kerjasama regional se- SUMBAGSEL masing-masing provinsi mendata kebutuhan dan hasil produksi daerah masing-masing. Ini yang harus dikaji para pejabat untuk dikerjakan kepala daerah dan actionnya kepala daerah melepas peti kemas 100 ribu ton jagung Bengkulu ke provinsi tetangga. Atau mengirim 10 kontainer ikan Nila segar ke provinsi tetangga dan siap mendrisbusikan 1000 ton pakan ikan kepada masyarakat. Itu baru program.
Selamat bekerja dan tetap ikuti protokol kesehatan.
Pagar Dewa, 31052020
(Pesan Harian UJH edisi Ahad 31 Mei 2020)
#kamibersamaUJH
#UJHmengabdi
#pesanharianUJH