Provinsi Bengkulu merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang tidak, kurang ‘heboh’ akan sampah plastik. Padahal dibeberapa selokan dan aliran sungai, banyak tampak sampah plastik.
Realitas yang ada, tidak banyak masyarakat yang tahu dan paham akan dampak buruk dari pembiaran sampah plastik, kecuali para pemulung untuk kepentingan ekonomi. Tapi tidak semua plastik yang dapat dipungutnya,
Armada pengangkut sampahpun mungkin tak ada perintah tugas untuk membersihkan sampah plasti yang ada diselokan atau di aliran sungai kecil yang ada. Padahal ancaman sampah plastik sudah di depan mata. Bahkan menjadi perhatian dunia.
Mengutip David Shukman, editor sains di BBC News menggambarkan, permasalahan sampah plastik di Indonesia sudah sangat akut dan harus meminta bantuan militer untuk turun tangan. Dilansir dari BBC News, Kamis (19/4/2018), Shukman melaporkan keterlibatan TNI dalam masalah sampah di kota terbesar ketiga di Indonesia, Bandung.
Lonjakan jumlah penduduk dan semakin banyaknya penggunaan kantong plastik di Provinsi Bengkulu, banyaknya sampah plastik. Kebiasaan membuang sampah di sungai atau selokan menjadi hal yang mudah dilakukan. Budaya membuang sampah plastik di tempat sampah, terbentuk dengan sikap malas dan masa bodoh.
Daur Ulang
Membuang sampah plastik ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA), bukan solusi yang baik. Sampah plastik harus didaur ulang. Tidak semua masyarakat yang pahak akan hal daur ulang ini.
Penegakan hukum bagi pembuang sampah plastik juga tidak dapat menyelesaikan masalah yang ada. Apalagi di TPA di Bengkulu tidak terdapat pendaur ulang sampah plastik yang ada.
Menurut informasi yang di peroleh, plastik pot bunga atau wadah makanan plastik tidak dapat di daur ulang. Khususnya kualitas plastik kelas rendah. Plastik hitam misalnya, ‘mustahil untuk didaur ulang’. Padahal di Bengkulu, plastik hitam banyak digunakan, paling tidak untuk kantong keresek, ‘kantong asoy’.
Sebabnya adalah, warna hitam adalah satu-satunya warna yang tidak dapat dengan mudah dipindai oleh mesin daur ulang, yang berarti proses itu menjadi rumit. (Hery Gunawan)